![]() |
Ketua Umum Hanura, Wiranto (Dok.hanura.com) |
Jakarta, Shnews (6/3/2014). Penyakit paling parah di
Indonesia adalah penyakit korupsi, yakni sakit ingin mencuri uang negara yang
berasal dari rakyat. Jelas penyakit ini sudah mengjangkit para pejabat kita,
tampa dibiarkan kita harus membasmi total virus korupsi ini.
Ketua Umum partai Hanura, Wiranto sangat jengkel
dengan istilah satu ini, dan dirinya siap memberantas korupsi.
“Saya jadi tidak mengerti ada pejabat dengan
seenaknya mengambil duit rakyat tanpa merasa berdosa, maka akan kita perangi
hal seperti itu," kata Wiranto dalam acara pertemuan Ketua Umum DPP Partai
Hanura dengan tokoh masyarakat Kabupaten Temanggung di aula Kantor Desa
Kranggan, Temanggung, Jawa Tengah, Kamis (6/3/2014).
Ia menyebutkan sekitar 30 persen uang negara
ditilep oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Dari 34 gubernur di
Indonesia, yang melakukan korupsi sebanyak 18 orang, dan dari 494 bupati, yang
korupsi 138 orang.
"Penyakit ini yang harus diberantas, mari kita
obati bersama-sama. Obatnya tidak ada lain dengan menggunakan hati nurani, ini
obat yang paling mujarab. Hati nurani untuk mengingatkan para pejabat agar
tidak menyalahgunakan jabatan," katanya.
Ia mengatakan, kalau nanti semua pejabat
menggunakan hati nurani dalam memimpin maka uang rakyat akan utuh untuk
membangun negara.
Wiranto juga mengungkapkan bahwa Pemilu 2014
merupakan peristiwa yang sangat penting bagi bangsa Indonesia dan karenanya
bukan sekadar pesta demokrasi.
"Di situlah (pemilu) nasib rakyat Indonesia
ditentukan, karena rakyat akan memilih pemimpin negeri ini. Jangan kecewa kalau
nanti salah pilih," katanya
Siapa pun yang memimpin pemerintahan kata dia,
kewajibannya adalah melindungi, menyejahterakan, dan mencerdaskan
masyarakatnya.
Bangsa Indonesia kalau tidak cerdas dalam kehidupan
globalisasi, tidak cerdas dalam persaingan dengan negara lain maka akan menjadi
budak negara lain.
"Saya baru saja pulang dari Hong Kong dua hari
lalu. Saya bertemu dengan 255 ribu warga negara Indonesia yang menjadi pembantu
rumah tangga di negara tersebut. Artinya kita kalah cerdas dengan bangsa lain,
karena kita menjadi budak negara lain, meskipun mereka itu pahlawan devisa,"
jelasnya.
Melihat kondisi tersebut, katanya, berarti setelah
68 tahun bangsa Indonesia merdeka belum sepenuhnya dapat mewujudkan Indonesia
yang berdaulat, bersatu, adil, dan makmur.
"Tugas kita adalah memilih para pemimpin, baik
legislatif mmaupun eksekutif yang betul-betul dapat melakukan tiga hal tadi,
yakni melindungi, menyejahterakan, dan mencerdaskan rakyat."(Sh/Sy)