Jakarta, Shnews (09/03/2014). Jenderal TNI (Purn) Wiranto
sebetulnya memiliki peluang besar mengambil alih kekuasaan saat diberikan
kesempatan oleh Presiden Soeharto ketika terjadi huru-hara Mei 1998. Namun,
karena percaya bahwa demokrasi merupakan pilihan terbaik untuk masa depan bangsa
ini, ia mengabaikan kesempatan tersebut.
Wiranto memilih jalan yang
penjang, setelah menerima surat dari presiden untuk dipercayai menjaga keamanan
nasional, wiranto ditanya stafnya tentang dirinya apakah ia mengambil alih
kekuasaan presiden ?
Wiranto hanya
menjawab, tidak bahkan ia akan mengantarkan pergantian presiden secara konstitusional.
Wiranto sama sekali tidak
menyesal degan lagkah yang ia ambil saat itu, bahkan saat ia ditanya tentag
pilihannya ia tegas memberikan jawaban.
”Jika kesempatan itu saya ambil,
akan ada perang saudara. Buat apa mengambil alih kekuasaan jika akhirnya hanya
menyengsarakan rakyat. Apalagi, waktu itu, kuat keinginan masyarakat akan
hadirnya era baru. Jika diambil, Indonesia akan menjadi seperti Mesir atau
Libya saat ini. Alhamdulillah itu tidak terjadi,” ucapnya.
Wiranto dengan pandangannya yang
cemerlang mampu menyuntik semangat idealisme yang tidak terkonfrontir oleh
jabatan.
“ setinggi apa pun jabatan
seseorang, hendaknya kepentingan bersama dan bangsa lebih dikedepankan
ketimbang ego pragmatis pribadi atau golongan. Jika filosofi ini dikedepankan
dan diresapi, niscaya negara ini akan maju. Korupsi bisa dihindari.”ujarnya
”Kuncinya pada nurani. Itu
merupakan ideologi ilahiah, bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa. Ideologi yang
mengalahkan apa pun,” tutur calon presiden dari Partai Hanura ini.